Antenatal Care

Antenatal Care

(ANC)


1. Pelayanan Antenatal Care

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga professional untuk ibu hamil selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan.

Pelayanan antenatal merupakan upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan sekaligus upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal (Manuaba, 1998).

a. Tujuan Pelayanan Antenatal Care

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) tujuan pelayanan antenatal adalah :

1) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin.

2) Meningkatkan serta mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial ibu dan janin.

3) mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.

4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayi dengan trauma seminimal mungkin.

5) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.

6) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

Salah satu upaya pokok Puskesmas adalah Program Kesehatan Ibu dan Anak, dimana pelayanan antenatal merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program tersebut. Pelayanan atenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.

b. Standar Pelayanan Antenatal

Unsur penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi adalah memberikan pelayanan dan pemeliharaan kesehatan sewaktu hamil secara memadai serta sedini mungkin. Menurut Departemen Kesehatan (1990), standar pelayanan antenatal adalah sebagai berikut :

1) Kunjungan Pertama

Anamnese, riwayat kehamilan, penyakit yang diderita pada kehamilan sekarang, riwayat kesehatan anggota keluarga, pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus kebidanan, pemeriksaan laboratorium terutama haemoglobin (Hb), pemberian imunisasi TT, pemberian obat dan vitamin, perawatan payudara, penyuluhan tentang :

a) Gizi dan KB Postpartum,

b) Kebersihan perorangan

c) Imunisasi TT, kunjungan ulang dan lain-lain.

2) Kunjungan Ulang

Anamnese, pemeriksaan umum, kebidanan dan laboratorium, pemberian imunisasi TT, pemberian vitamin dan obat, penyuluhan kesehatan sehubungan dengan kesehatan kehamilan.

c. Pelayanan Antenatal di Puskesmas

1) Konsep Pemeriksaan Antenatal

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) pemeriksaan antenatal di tingkat puskesmas dilakukan sesuai dengan standar pelayanan antenatal di tingkat puskesmas dimulai dengan urutan sebagai berikut :

a) Anamnese, meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB, kehamilan sebelumnya dan kehamilan sekarang.

b) Pemeriksaan umum, meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus kebidanan,

c) Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa.

d) Pemberian obat-obatan, imunisasi Tetanus Toxoid (TT), dan tablet besi (Fe).

e) Penyuluhan tentang gizi, kebersihan, olah raga, pekerjaan dan perilaku sehari-hari, perawatan payudara dan Air Susu Ibu (ASI), tanda-tanda risiko, pentingnya pemeriksaan kehamilan dan imunisasi selanjutnya, persalinan oleh tenaga terlatih, KB setelah melahirkan, serta pentingnya untuk melakukan kunjungan pemeriksaan ulang.

2) Kunjungan Ibu Hamil

Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal standar untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan di sini dapat diartikan ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan, atau sebaliknya petugas kesehatan yang mengunjungi ibu hamil di rumahnya atau posyandu. Kunjungan ibu hamil dilakukan secara berkala yang dibagi menjadi beberapa tahap, seperti :

a) Kunjungan ibu hamil yang pertama (K1)

Kunjungan K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan pada trimester I, dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu.

b) Kunjungan ibu hamil yang keempat (K4).

Kunjungan K4 adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksan kehamilan dan pelayanan kesehatan pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai yaitu minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1 – 12 minggu, minimal 1 kali pada trimester II, usia kehamilan 13 – 24 minggu, dan minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24 minggu.

3) Jadwal Pemeriksaan

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) pemeriksaan kehamilan berdasarkan kunjungan antenatal dibagi atas :

a) Kunjungan Pertama

(K1) Meliputi : (1) Identitas/biodata, (2) Riwayat kehamilan, (3) Riwayat kebidanan, (4) Riwayat kesehatan, (5) Riwayat sosial ekonomi, (6) Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan, (7) Penyuluhan dan konsultasi.

b) Kunjungan keempat (K4).

Meliputi : (1) Anamnese (keluhan/masalah), (2) Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan, (3) Pemeriksaan psikologis, (4) Pemeriksaan laboratorium bila ada indikasi/diperlukan, (5) Diagnosa akhir (kehamilan normal, terdapat penyulit, terjadi komplikasi, atau tergolong kehamilan Risiko Tinggi/Resti), (6) Sikap dan rencana tindakan (persiapan persalinan dan rujukan).

Menurut Mochtar (2000) Jadwal pemeriksaan antenatal yang dianjurkan adalah :

a) Pemeriksaan pertama kali yang ideal yaitu sedini mungkin ketika haid terlambat satu bulan.

b) Periksa ulang 1 kali sebulan sampai kehamilan 7 bulan

c) Periksa ulang 2 kali sebulan sampai kehamilan 9 bulan

d) Periksa ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan

e) Periksa khusus bila ada keluhan/masalah.

4) Pelaksana Pelayanan Antenatal

Pelaksana pelayanan antenatal adalah dokter, bidan (bidan di puskesmas, bidan di desa, bidan praktek swasta), pembantu bidan, perawat bidan dan perawat yang sudah dilatih dalam pemeriksaan kehamilan. Pelayanan antenatal di desa dapat dilakukan di polindes, posyandu atau kunjungan ke rumah (Departemen Kesehatan RI, 2002).

d. Cakupan Pelayanan Antenatal Care

Cakupan pelayanan antenatal care adalah persentase ibu hamil yang telah mendapat pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja.

Cakupan kunjungan baru/pertama ibu hamil (K1) dipakai sebagai indikator jangkauan (aksesibilitas) pelayanan, angka cakupan K1 diperoleh dari jumlah K1 dalam 1 tahun dibagi jumlah ibu hamil di wilayah kerja dalam 1 tahun.

Dalam pengelolaan program KIA disepakati bahwa cakupan ibu hamil adalah cakupan kunjungan ibu hamil yang keempat (K4), yang dipakai sebagai indikator tingkat perlindungan ibu hamil. Angka cakupan K4 diperoleh dari jumlah K4 dalam 1 tahun dibagi jumlah ibu hamil di wilayah kerja dalam 1 tahun.

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA adalah alat manajemen untuk memantau cakupan, antara lain : kunjungan K1, kunjungan K4, deteksi dini Risiko Tinggi (Resti) ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, serta kunjungan neonatal (KN) di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun (Departemen Kesehatan RI, 2002). Menurut Direktorat Bina Kesehatan Keluarga (1990), penyelenggaraan pelayanan antenatal di wilayah kerja puskesmas mencakup kebijaksanaan umum dan kebijaksanaan operasional.

2. Kebijaksanaan

a. Kebijaksanaan Umum meliputi :

1) Memberikan pelayanan antenatal sesuai dengan jenjang pelayanan yang telah ditetapkan.

2) Meningkatkan peran serta masyarakat (suami, keluarga, kader) dalam menunjang penyelenggaraan pelayanan atenatal dengan pendidikan dan penyuluhan.

3) Meningkatkan mutu dan jumlah tenaga pelaksana maupun fasilitas pelayanan antenatal.

4) Mengintegrasikan cakupan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan menurunkan Missed Opportunity.

b. Kebijakan Operasional meliputi ;

1) Menemukan kehamilan dengan risiko tinggi sedini mungkin

2) Menanggulangi adanya kelainan risiko tinggi sedini mungkin

3) Melakukan upaya pencegahan neonatal tetanus dengan pemberian imunisasi TT sebanyak 2 (dua) kali selama kehamilan dengan selang waktu minimal 4 (empat) minggu

4) Pemberian tablet tambah darah pada setiap ibu hamil

5) Melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 (empat) kali pada trimester pertama 1 (satu) kali, trimester kedua 1 (satu) kali pada trimester 3 (ketiga) 2 (dua) kali.

6) Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan atas indikasi

7) Menyediakan sarana pelayanan antenatal sesuai dengan jenjang pelayanan.

8) Memberi penyuluhan kepada ibu hamil, keluarga dan suami tentang cara hidup sehat. Perawatan payudara, gizi ibu hamil, perawatan bayi dan tali pusat, pentingnya pemeriksaan kehamilan ke Puskesmas, Puskesmas pembantu maupun posyandu.

9) Memberikan pelayanan antenatal di Puskesmas pada setiap hari kerja

10) Melakukan rujukan intern Puskesmas di bagian KIA untuk menjaring ibu hamil yang datang dengan keluhan lain.

3. Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

Mayers (1996) mengemukakan bahwa dalam pelayanan kesehatan yang baik terdapat 4 (empat) elemen pokok yaitu aksesibilitas, kualitas, kesinambungan dan efesiensi dari pelayanan.

a. AksesibilitasPelayanan

Pelayanan harus dapat digunakan oleh individu-individu pada tempat dan waktu yang ia butuhkan. Pengguna pelayanan harus mempunyai akses terhadap berbagai jenis pelayanan, peralatan, obat-obatan, dan lain-lain yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

b. Kualitas

Suatu pelayanan yang berkualitas tinggi, mengimplementasikan pengetahuan dan tehnik paling mutakhir dengan tujuan untuk memperoleh efek yang paling baik. Kualitas pelayanan berhubungan dengan kompetensi profesional dan provider.

c. Kesinambungan

Pelayanan kesehatan yang baik, disamping mempunyai akses dan kualitas yang baik juga harus memiliki kesinambungan pelayanan, berarti proses pelayanan harus memperlakukan pasien sebagai manusia secara utuh melalui kontak yang terus menerus antara individu dengan provider.

d. Efisiensi

Elemen pokok lain dari pelayanan kesehatan yang bermutu adalah efesiensi yang menyangkut aspek ekonomi dan pembiayaan pelayanan kesehatan baik bagi pasien, provider maupun bagi organisasi/institusi penyelenggaraan pelayanan.

Donabedian (1986) mengemukakan bahwa keberhasilan pelayanan kesehatan dapat dilihat dari 3 faktor, yaitu pemberi pelayanan dimana ketiga faktor tersebut menjadi saling berinteraksi. Dengan demikian kualitas suatu pelayanan kesehatan dapat diukur dari penampilan pemberi pelayanan dan kualitas pelayanan yang diperoleh pemakai jasa pelayanan.

Dalam pelayanan antenatal aksesibilitas dan kesinambungan secara kuantitas dapat dilihat dari jumlah dan frekuensi kunjungan ibu hamil untuk pemeriksaan kesehatannya. Untuk kepentingan pemantauan teknis, Departemen Kesehatan mengembangkan indikator akses yaitu ratio (%) jumlah kunjungan ibu hamil baru terhadap jumlah semua ibu hamil dalam satu tahun, dan indikator cakupan yaitu rasio dari jumlah kunjungan ibu hamil baru yang ke-4 atau lebih, terhadap jumlah semua ibu hamil dalam satu tahun.

Indikator-indikator yang dapat menggambarkan kualitas pelayanan antenatal masih terus dicari dan dikembangkan. Dalam rangka meningkatkan efektifitas program KIA, Departemen Kesehatan dalam kebijaksanaannya menentukan bahwa seorang ibu hamil perlu sedini mungkin mendapat pemeriksaan kehamilan.

Kunjungan pertama (K-1) ibu hamil ke tempat pelayanan harus dilakukan dalam umur kehamilan tiga bulan pertama (trimester), dan minimal mendapat 1 kali pemeriksaan dalam trimester tersebut. Pada trimester II (umur kehamilan 4-6 bulan), ibu hamil minimal diperiksa 1 kali dan dalam trimester III (umur kehamilan 7-9 bulan) minimal 2 kali, K-4 adalah kunjungan ibu hamil mendapat pelayanan antenatal yang ke-4 atau lebih pada trimester III dengan kunjungan pertama pada trimester I dalam hal jenis pelayanan yang diberikan oleh petugas antenatal, Departemen Kesehatan menetukan paket minimal ’5T’ yang terdiri dari (T)imbang Berat Badan, ukur (T)ensi, ukur (T)inggi fundus, beri (T)ablet tambah darah dan imunisasi (T)T.

Pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil diukur kearah kualitas pemanfaatan pelayanan dengan melihat kecukupan (adekuasi) dan kesinambungan kunjungan ibu hamil ke sarana pelayanan. Adekuasi pemanfaatan pelayanan antenatal diukur dengan memperhitungkan kunjungan pertama kali memeriksakan kehamilan ke petugas kesehatan dan kunjungan berikutnya sampai pada trimester III. Pemanfaatan pelayanan antenatal dikatakan adekuat bila kunjungan pertama untuk pemeriksaan hamil dilakukan pada trimester I, diperiksa paling sedikit 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Hal ini mengacu pada standar Departemen Kesehatan bahwa seorang ibu hamil harus diperiksa paling sedikit 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II, 2 kali pada trimester III dan total pemeriksaan selama kehamilan paling sedikit 4 kali. Dengan penentuan adekuasi pemanfaatan pelayanan antenatal seperti di atas, maka segi kualitas dilihat dari kesinambungan pemeriksaan maupun segi kuantitas dilihat dari total kunjungan dapat dipenuhi.

Sebagaimana yang telah dikemukakan, kualitas pelayanan kesehatan disamping dapat dilihat dari sudut pemanfaatan jasa pelayanan, juga dapat diukur dari kualitas pemberi pelayanan. Kesehatan pelayanan antenatal yang diberikan oleh petugas yang dijabarkan dalam jenis-jenis pemeriksaan atau pelayanan yang diperoleh ibu hamil selama memanfaatkan pelayanan antenatal, dipandang oleh penulis merupakan salah satu faktor diluar faktor risiko kehamilan namun dapat memhubungkan adekuasi pemanfaatan pelayanan antenatal tersebut.