Inspeksi K3
A. Pengertian dan Tujuan Inspeksi
Inspeksi merupakan salah satu alat kontrol manajemen yang bersifat klasik, tetapi masih sangat relevan dan secara luas sudah banyak diterapkan dalam upaya menemukan masalah yang dihadapi dilapangan, termasuk untuk memperkirakan besarnya resiko. Kegiatan inspeksi merupakan salah satu uapaya yang bersifat “proactive” bertujuan untuk memastikan apakah fasilitas kerja yang ada dilapangan telah dikelola dengan baik (well-managed). Dengan inspeksi, kita akan memperoleh umpan-balik yang sangat berharga bagi manajemen dalam merencakan tindakan perbaikan.
B. Inspeksi Informal
Inspeksi informal merupakan inspeksi rutin yang dilakukan oleh karyawan lapangan itu sendiri, sebagaimana seseorang melakukan kegiatann – kegiatan tetap dan teratur. Suatu contoh adalah seorang pengemudi yang selalu memeriksa air didalam radiator, memeriksa minyak pelumas, dsb sebelum menjalankan mobilnya. Inisiatif ini cukup efektif, karena pada dasarnya petugas lapangan adalah satu-satunya orang yang paling sering melihat untuk pertama kalinya operasi sehari-hari berlangsung. Inspeksi semacam ini sangat sederhana dan alami, oleh karena itu keberhasilan program semacam ini sangat tegantung pada kesadaran dan pemahaman individu terhadap adanya bahaya bagaimana mereka mengenali potensi kecelakaan yang mungkin timbul.
Infeksi informal dapat meliputi kondisi-kondisi peralatan atau lingkungan kerja dibawah standar. Pegawai lapangan dapat melapor langsung secara lisan kepada pengawasnya, kemudian pengawas dapat menegaskan kembali dalam bentuk tertulis. Dalam beberapa hal, pengawas dapat langsung mengevaluasi serta mengambil tindakan-tindakan koreksi yang diperlukan. Inspeksi ini didukung oleh suatu sistim dokumentasi yang baik tentang hasil temuan dan koreksi yang dilakukan oleh pengawas. Dokumen semacam ini akan mencerminkan tingkat kepedulian perusahaan terhadap aspek keselamatan, dan sekaligus mendorong inisiatif, kreativitas serta untuk menampung umpan balik yang datang dari karyawan lapangan.
Dilain pihak, inspeksi informal juga sering dianggap sebagai metode yang tidak sistematis, sebab tindak lanjutnya sering dan mudah dilupakan orang walaupun informasinya sering bersifat spesifik tetapi biasanya tidak mampu memberi gambaran menyeluruh mengenai kondisi lapangan, dan karenanya sering kategorikan tidak memenuhi kriteria sebagai suatu metode inspeksi yang baik.
C. Inspeksi Terencana
Adalah inspeksi pada suatu daerah kerja yang dilengkapi dengan daftar periksa agar segala kemungkinan terjadinya kerugian dapat terdeteksi. Menurut DNV Loss Contro Managemen Training, 1996, inspeksi terencana untuk keselamatan, secara umum dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Umum (General safety & Health Inspection)
Adalah suatu pemeriksaan keselamatan dan kesehatan sacara umum dengan melakukan perjalanan keliling yang terencana pada seluruh area kerja. Inspektur atau pemeriksa memperhatikan segala sesuatu untuk menentukan kondisi-kondisi tidak aman ditempat kerja.
2. Housekeeping Inspection
Adalah bbagian yang penting dari inspeksi umum terencana, inspeksi jenis ini berhubungan dengan kebersihan dan kerapihan yang meliputi : mesin dan peralatan, material, alat-alat, lantai gedung dan lain-lain.
3. Inspeksi Bagian Kritis (Critical Parts Inspections)
Sasaran utama dari inspeksi ini adalah untuk melihat apakah bagian bagian kritis dari suatu peralatan, mesin-mesin, bahan-bahan atau struktur, mengalami kerusakan, aus, dipasang secara tidak benar, atau disalah gunakan.
Bagian-bagian kritis meliputi komponen suatu mesin yang selama ini dipergunakan sebagai suku cadang. Barang atau perlengkapan semacam ini apabila masih dalam penyimpanan atau gudang, sering disebut “Critical Items”. Walau demikian,kedua jenis barang-barang tadi perlu dikenali, dievaluasi, dan dijaga agar selalu dalam kondisi yang baik dan aman dipakai
4. Inspeksi Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance Inspections)
Adalah jenis inspeksi yang dilakukan untuk memelihara dan menjaga agar mesin atau peralatan tetap beroperasi sebagaimana mestinya terutama untuk mesin-mesin vital seperti turbin. Alat angkat Crane. Dan lain-lain. Inspeksi ini dilakukan secara periodik diman sifatnya adalah pencegahan. Sehingga tidak mengganggu jalannya proses, atau menghindari adanya potensi kecelakaan.
5. Inspeksi Peralatan Sebelum Digunakan (Pre-use Equipment Inspection)
Pemeriksaan peralatan sebelum digunakan merupakan suatu sistim untuk memastikan bahwa sistim kontrol dan sistim emergency yang utama atelah dipasang dengan baik serta dapat berfungsi sebagai manamestinya, dengan demikian kita memiliki keyakinan bahwa peralatan dapat beroperasi secara aman.
D. Langka – Langka Inspeksi
Guna tercapainya hasil inspeksi secara optimal, diperlukan beberapa tahap yang harus diikuti, sebagai berikut :
1. Persiapan
Persiapan yang memadai sebelum dimulainya suatu inspeksi, akan menghasilkan hasil inpeksi yang memuaskan. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan adalah :
ü Memulai dengan sikap yang positif. Tidak membuat inspeksi seolah mencari-cari kesalahan.
ü Mengetahui apa yang akan dicapai
ü Mempersiapkan daftar periksa (cheklist)
ü Mempersiapkan peralatan yang diperlukan
2. Inspeksi
Setelah tahap persiapan dilakukan, selanjutnya dimulai tahap inspeksi itu sendiri. Pada tahap ini, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
ü Mengunakan rencana awal yang telah ditetapkan
ü Menggunakan daftar periksa (checklist)
ü Menekankan segi positif
ü Mengambil tindakan perbaikan (penting) bersifat sementara, sebelum perbaikan permanen dilakukan
ü Mengklasifikasi bahaya
ü Melaporkan barang-barang yang tampak tidak berguna.
3. Mengembalikan langkah perbaikan
Tahap ini merupakan tahap koreksi yaitu pengembangan langkah-langkah perbaikan atas apa yang terdeteksi saat inspeksi. Banyak pilihan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan yang tidak memenuhi standar, yang sangat berfarisi baik dalam biaya, efektifitas maupun metode kontrolnya. Beberapa diantaranya mampu menguranngi peluang terulangnya kejadian serupa, tetapi ada yang sifatnya mengurangi tingkat keparahan atau besarnya kerugian apabila kecelakaan yang kita duga benar-benar terjadi.
4. Tindak lanjut perbaikan
Rekomendasi yang dibuat jika tanpa diikuti tindak lanjut, tidak memberikan bobot terhadap inspeksi, oleh karena itu perusahaan perlu memeriksa sistim formal yang terpola yang mampu memonitor pelaksanaan rekomendasi. Rekomendasi hendaknya memuat siapa petugas yang bertanggung jawab melakukan tindakan koreksi dan tetapkan targer waktu penyelesaianya.
Rekomendasi-rekomendasi yang tidak disetujui atau karena sesuatu hal tidak dapat dilaksanakan hendaknya dijelaskan secara teknis tertulis mengapa demikian, dan untuk itu perlu didiskusikan dengan ketua tim inspeksi yang bersangkutan sebagai tindak lanjut rekomendasi, yaitu :
ü Mengeluarkan perintah kerja
ü Membuat anggaran dan memantau pengadaan bahan dan biaya perbaikan
ü Memastikan ketepatan waktu penyelesaian perbaikan
ü Memeriksa rencana dan jadwal kerja, ikuti jalannya proses konstruksi atau modifikasi
ü Memerikasa dan memastikan bahwa pekerjaan perbaikan telah selesai dilakukan secara memadai (sesuai waktu yang ditentukan), misalnya dengan memeriksa peralatan, melakukan evaluasi pelatihan yang diperlukan, atau menelaah prosedur yang ada.
ü Menelaah kembali secara keseluruhan untuk menentukan efektifitas tindakan perbaikan, kendala atau kemungkinan timbulnya efek samping.
5. Pelaporan Inspeksi
Penulisan suatu laporan adalah bagian penting lain dari suatu pemeriksaan. Laporan adalah dimana kita mengkomunikasikan informasi dan menghidari duplikasi pemborosan tenaga.
Laporan inspeksi memberi umpan balik para manajer tingkat menengah dan atas pada permasalahan keselamatan. Hal ini membantu mereka membuat keputusan yang lebih baik pada peralatan, material, dan orang-orang yang dibutuhkan dalam semua unsur-unsur program, seperti pengendalian pembelian, pelatihan, peralatan pelindung dan disain tempat kerja. Salinan laporan yang dibagi-bagikan, atau informasi yang diambil dari mereka, dapat bersama membantu mengidentifikasi permasalah serupa di lain area.
Laporan yang tertulis, dengan penggolongan bahaya, mengkomunikasikan informasi tentang kondisi-kondisi dan praktek di bawah standar lebih baik pada laporan lisan. Laporan tertulis mendorong orang-orang untuk ingat apa yang harus mereka lakukan, dan melakukannya. Laporan mendokumentasikan semua tindakan sehingga berusaha tidak terulang. Tindakan korektif yang tidak teratur sering terjadi konflik dan pemborosan.
E. Pemeriksaan Yang Efektif
Menurut DNV Modern Safety Management 1996, terdapat beberapa point yang perlu diinspeksi dan diperhatikan saat dilakuakn pemeriksaan yaitu :
1. Kondisi Fisik Secara Umum
Kondisi fisik lingkungan dan fasilitas dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok tergantung pada jenis kegiatan yang ada, peralatan yang digunakan, serta sarana penunjang yang terlibat didalamnya. Contoh berikut ini menggambarkan klasifikasi untuk fasilitas operasi secara umum.
ü Peralatan listrik : antara lain kabel, sambungan-sambungan dan ground
ü Peralatan mekanik : kondisi umum, perlengkapan “guarding” bagian-bagian yang berputar, bagian yang tajam atau runcing, kondisi roda gigi dan sebagainya
ü Tabung gas yang bertekanan
ü Bahan yang mudah terbakar
ü Perkakas tangan
2. Peralatan pencegahan dan pengendalian kebakaran
ü Sistem alarm dan deteksi kebakaran
ü Sistem sprikler
ü Evakuasi kebakaran
ü Alat pemadam api ringan
ü Hydrant
ü Pencegahan dan Pemadam kebakaran
3. Bahaya lingkungan Kerja
ü Bahan berbahaya dan beracun (B3) : label pada tempat B3, penanganan, pemyimpanan, pembuangan, mengatasi ceceran/polusi
ü Ventilasi : ketersediaan ventilasi yang memadai untuk mengatsi asap, uap, arah angin bertiup.
ü Kebisingan : pengendalian dan pengukuran
ü Radiasi : pengendalian dan pengukuran
ü Suhu yang ekstrem
ü Penerangan
F. Frekuensi Inspeksi
Makin sering inspeksi K3 dilakukan, mencerminkan makin baik usaha pencgahan keceelakaan yang dilakukan yaitu berupa banyaknya kondisi dan tindakan tidak aman yang terdeteksi. Menurut CNOOC HSEGP, 2001, Inspeksi K3 dilakukan satu bulan sekali pada peralatan tetap (fixed facilities) seperti anjungan proses & produksi, dan sekali setiap dua/tiga bulan untuk “drilling/workover units”.
Sedangkan menurut DNV Loss control Management Training 1996, isnpeksi secara umum sering dibuat frekwensi berkisar antara bulanan sampai triwulan, kadang-kadang lebih sering dan kadang-kadang lebih sedikit. Frekwensi jumlah maksimum tergantung pada tingkat dan jenis pajanan kerugian dan resiko, seperti halnya tingkat perubahan area operasi, perubahan personil, peralatan, material dan faktor lingkungan yang dapat menciptakan situasi yang asing.
DAFTAR PUSTAKA
www.informasi-training.com/the-effective-safety-inspection
www.pusdiklat-tmb.esdm.go.id/index.php/berita/57-inspeksi-k3
www.unison.org.uk/acrobat/11999.pdf